A.
PENGERTIAN KORELASI
Secara
sederhana, korelasi dapat diartikan sebagai hubungan. Namun ketika dikembangkan
lebih jauh, korelasi tidak hanya dapat dipahami sebatas pengertian tersebut.
Korelasi merupakan salah satu teknik analisis dalam statistik yang digunakan
untuk mencari hubungan antara dua variabel yang bersifat kuantitatif. Hubungan
dua variabel tersebut dapat terjadi karena adanya hubungan sebab akibat atau
dapat pula terjadi karena kebetulan saja. Dua variabel dikatakan berkolerasi
apabila perubahan pada variabel yang satu akan diikuti perubahan pada variabel
yang lain secara teratur dengan arah yang sama (korelasi positif) atau
berlawanan (korelasi negatif).
Dalam
Matematika, korelasi merupakan ukuran dari seberapa dekat dua variabel berubah
dalam hubungan satu sama lain. Sebagai contoh, kita bisa menggunakan tinggi
badan dan usia siswa SD sebagai variabel dalam korelasi positif. Semakin tua
usia siswa SD, maka tinggi badannya pun menjadi semakin tinggi. Hubungan ini
disebut korelasi positif karena kedua variabel mengalami perubahan ke arah yang
sama, yakni dengan meningkatnya usia, maka tinggi badan pun ikut meningkat. Sementara itu, kita bisa menggunakan nilai dan
tingkat ketidak hadiran siswa sebagai contoh dalam korelasi negatif. Semakin
tinggi tingkat ketidak hadiran siswa di kelas, maka nilai yang diperolehnya
cenderung semakin rendah. Hubungan ini disebut korelasi negatif karena kedua
variabel mengalami perubahan ke arah yang berlawanan, yakni dengan meningkatnya
tingkat ketidak hadiran, maka nilai siswa justru menurun. Kedua variabel yang
dibandingkan satu sama lain dalam korelasi dapat dibedakan menjadi variabel
independen dan variabel dependen. Sesuai dengan namanya, variabel independen
adalah variabel yang perubahannya cenderung di luar kendali manusia. Sementara
itu variabel dependen adalah variabel yang dapat berubah sebagai akibat dari
perubahan variabel indipenden. Hubungan ini dapat dicontohkan dengan ilustrasi
pertumbuhan tanaman dengan variabel sinar matahari dan tinggi tanaman. Sinar
matahari merupakan variabel independen karena intensitas cahaya yang dihasilkan
oleh matahari tidak dapat diatur oleh manusia. Sedangkan tinggi tanaman
merupakan variabel dependen karena perubahan tinggi tanaman dipengaruhi
langsung oleh intensitas cahaya matahari sebagai variabel indipenden.
B.
Manfaat analisis korelasi
Analisis
korelasi seringkali digunakan untuk menyatakan derajat kekuatan hubungan antara
dua variabel. Dengan mengetahui hubungan antar 2 variabel, kita bisa
mendeskripsikan bagaimana gambaran yang lebih bermanfaat dari data-data yang
kita miliki. Korelasi seringkali digunakan dalam dunia riset ataupun bisnis.
Contohnya
saja, seorang pemimpin perusahaan kerap kali menggunakan korelasi untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan yang kuat antara kenaikan gaji pegawai
dengan jumlah pendapatan perusahaan. Analisis korelasi mampu menjelaskan hal
ini dan memberikan analisis yang bermanfaat bagi para pengambil keputusan.
C.
Jenis hubungan korelasi
Ada
2 jenis korelasi :
1.
Korelasi positif
Korelasi
positif adalah hubungan antara 2 variabel dimana kenaikan satu variabel
menyebabkan penambahan nilai pada variabel lainnya. Atau sebaliknya, semakin
kecil nilai suatu variabel, nilai variabel lainnya juga akan ikut turun. Bisa
dikatakan juga, korelasi ini merupakan hubungan yang searah. Contohnya :
penambahan usia berbanding lurus dengan penambahan tinggi badan, penambahan
waktu produksi akan berbanding lurus dengan penambahan jumlah produksi. analisis-korelasi-sederhana
2.
Korelasi negatif
Korelasi
negatif adalah hubungan antara 2 variabel dimana kenaikan satu variabel
menyebakan penurunan nilai dari variabel lainnya. Begitu juga sebaliknya,
semakin kecil nilai suatu variabel, semakin besar nilai variabel lainnya.
Hubungan antara kedua variabel dalam kasus ini adalah berbalik arah.Contohnya :
semakin lama waktu belajar seseorang, semakin sedikit kesalahan yang dilakukan
saat ujian. Dalam pendugaan ada atau tidaknya korelasi, kita bisa mengacu
kepada teori-teori yang sudah ada sebelumnya atau asumsi-asumsi yang sudah
diyakini kebenarannya. Dengan teori ini, kita bisa menduga apakah terdapat
korelasi antara kedua variabel atau tidak.
Misalkan
saja, hubungan antara tingkat pendapatan dengan jumlah tabungan. Semakin tinggi
pendapatan seseorang, semakin besar pula tabungan yang ia miliki. Atau dengan
contoh lain, semakin tinggi harga suatu produk, semakin rendah daya beli
masyarakat.
Bila
anda menemukan data-data dengan kondisi yang sudah memiliki dasar teori seperti
itu, maka tentunya anda sudah bisa mengira apakah terdapat korelasi antar
variabel atau tidak. Maka langkah berikutnya yang perlu anda lakukan adalah
mendeteksi hubungan korelasi tesebut dengan menggunakan metode statistik yang
sudah valid.
D. MACAM-MACAM
KORELASI
Korelasi sebagai sebuah
analisis memiliki berbagai jenis menurut tingkatannya. Beberapa tingkatan
korelasi yang telah dikenal selama ini antara lain adalah korelasi sederhana,
korelasi parsial, dan korelasi ganda. Berikut ini adalah penjelasan dari
masing-masing korelasi dan bagaimana cara menghitung hubungan dari masing-masing
korelasi tersebut.
1.
Korelasi
Sederhana (Brivta)
Korelasi Sederhana
merupakan suatu teknik statistik yang dipergunakan untuk mengukur kekuatan
hubungan antara 2 variabel dan juga untuk dapat mengetahui bentuk hubungan
keduanya dengan hasil yang bersifat kuantitatif. Kekuatan hubungan antara 2
variabel yang dimaksud adalah apakah hubungan tersebut erat, lemah, ataupun tidak erat. Sedangkan bentuk
hubungannya adalah apakah bentuk korelasinya linear positifataupun linear
negatif. Di antara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat
dua teknik korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson
Product Moment dan Korelasi Rank Spearman. Lalu apa perbedaan di antara
keduanya? Korelasi Pearson Product Moment adalah korelasi yang digunakan untuk
data kontinu dan data diskrit. Korelasi pearson cocok digunakan untuk statistik
parametrik. Ketika data berjumlah besar dan memiliki ukuran parameter seperti
mean dan standar deviasi populasi.
Korelasi Pearson
menghitung korelasi dengan menggunakan variasi data. Keragaman data tersebut
dapat menunjukkan korelasinya. Korelasi ini menghitung data apa adanya, tidak
membuat ranking atas data yang digunakan seperti pada korelasi Rank Spearman.
Ketika kita memiliki data numerik seperti nilai tukar rupiah, data rasio
keuangan, tingkat pertumbuhan ekonomi, data berat badan dan contoh data numerik
lainnya, maka Korelasi Pearson Product Moment cocok digunakan. Sebaliknya, Koefisien Korelasi Rank Spearman digunakan
untuk data diskrit dan kontinu namun untuk statistik nonparametrik. Koefisien
korelasi Rank Spearman lebih cocok untuk digunakan pada statistik
nonparametrik. Statistik nonparametrik adalah statistik yang digunakan ketika
data tidak memiliki informasi parameter, data tidak berdistribusi normal atau
data diukur dalam bentuk ranking. Berbeda dengan Korelasi Pearson, korelasi ini
tidak memerlukan asumsi normalitas, maka korelasi Rank Spearman cocok juga
digunakan untuk data dengan sampel kecil.
Korelasi Rank Spearman
menghitung korelasi dengan menghitung ranking data terlebih dahulu. Artinya
korelasi dihitung berdasarkan orde data. Ketika peneliti berhadapan dengan data
kategorik seperti kategori pekerjaan, tingkat pendidikan, kelompok usia, dan contoh
data ketegorik lainnya, maka Korelasi Rank Spearman cocok digunakan. Korelasi
Rank Spearman pun cocok digunakan pada kondisi dimana peneliti dihadapkan pada
data numerik (kurs rupiah, rasio keuangan, pertumbuhan ekonomi), namun peneliti
tidak memiliki cukup banyak data (data kurang dari 30).
Koefisien Korelasi
Sederhana disebut juga dengan Koefisien Korelasi Pearson karena rumus
perhitungan Koefisien korelasi sederhana ini dikemukakan oleh Karl Pearson
yaitu seorang ahli Matematika yang berasal dari Inggris. Rumus yang
dipergunakan untuk menghitung Koefisien Korelasi Sederhana adalah sebagai
berikut :
Persyaratan
Dalam Analisis Korelasi Bivariate Pearson
Ada beberapa persyaratan
atau asumsi dasar yang harus terpenuji ketika kita hendak memakai analisis
korelasi bivariate pearson untuk menguji hipotesis penelitian kita.
· Data
penelitian untuk masing-masing variabel setidak-tidaknya berskala rasio atau
interval (yaitu data yang berbentuk angka sesungguhnya atau data metrik (data
kuantitatif). Naun demikian analisis ini biasanya dipakai untuk data kuesioner
dan skala likert
· Data
untuk masing-masing variabel yang dihubungkan berdistribusi normal
· Terdapat
hubungan yang linier antar variabel penelitian
Arti
Angka Korelasi (Pearson Correlations)
Koefisien korelasi atau
pearson correlation memiliki nilai paling kecil -1 dan paling besar 1.
· Berkenaan
dengan besaran angka ini, jika 0 maka artinya tidak ada korelasi sama sekali
sementara jika korelasi 1 maka ada korelasi sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin nilai pearson correlation mendekati 1 atau -1 maka hubungan antara dua
variabel adalah semakin kuat. Sebaliknya, jika nilai r atau Pearson Correlation
mendekati 0 berarti hubungan dua variabel menjadi semakin lama. Sebenarnya
tidak ada ketentuan yang benar-benar tepat mengenai apakah angka korelasi
tertentu menunjukkan tingkat korelasi yang tinggi atau lemah. Namun, hal
berikut ini dapat jadikan pedoman sederhana bahwa jka angka korelasi diatas 0,5
akan menunjukkan korelasi yang cukup kuat sedangkan jika dibawah 0,5 maka
menunjukkan korelasi yang lemah.
· Selain
besarnya korelasi, tanda korelasi juga berpengaruh pada penafsiran hasil dalam
analisis ini. Dimana, tanda negatif (-) pada tabel output SPSS menunjukkan
adanya arah yang berlawanan, sedangkan tanda positif (+) menunjukkan arah yang
sama atau korelasi searah.
Dasar
Keputusan Dalam Analisis Korelasi Bivariate Pearson
Terdapat
3 cara yang dapat digunakan sebagai pedoman atau dasar pengambilan keputusan
dalam analisis korelasi bivariate pearson ini yaitu pertama dengan melihat
nilai signifikan Sig. (2 tailed). Kedua membandingkan nilai r hitung (Pearson
Correlation) dengan nilai r tabel product momen. Ketiga adalah dengan melihat
tanda bintang (*) yang terdapat pada output program SPSS.
·
Berdasarkan nilai signifikan Sig
(2-tailed) : jika nilai Sig (2-tailed) < 0,05 maka terdapat korelasi antar
variabel yang dihubungkan. Sebaliknya jika nilai Sig (2-tailed) > 0,05 maka
tidak terdapat korelasi.
·
Berdasarkan nilai r hitung (Pearson
Correlation) : jika nilai r hitung > r tabel maka ada korelasi antar
variabel. Sebaliknya jika nilai r hitung
r tabel maka artinya tidak ada korelasi antar variabel.
·
Berdasarkan tanda bintang (*) yang
diberikan SPSS : jika terdapat tanda bintang (*) atau (**) pada nilai Pearson Correlation
maka antara variabel yang dianalisis terjadi korelasi. Sebaliknya jika tidak
terdapat tanda bintang pada nilai pearson correlation maka antara variabel yang
dianalisis tidak terjadi korelasi.
Catatan:
Tanda bintang satu (*) menunjukkan korelasi pada signifikansi 1% atau 0,01.
Sedangkan tanda bintang dua (**) menunjukkan korelasi pada signifikansi 5% atau
0,05.
2. Korelasi
Parsial
Korelasi parsial adalah
suatu metode pengukuran keeratan hubungan (korelasi) antara variabel bebas dan
variabel tak bebas dengan mengontrol salah satu variabel bebas untuk melihat
korelasi natural antara variabel yang tidak terkontrol. Analisis korelasi
parsial (partial correlation) melibatkan dua variabel. Satu buah variabel yang
dianggap berpengaruh akan dikendalikan atau dibuat tetap (sebagai variabel
kontrol).
Sebagai contoh misalnya
kita akan meneliti hubungan variabel X2 dan variabel bebas Y, denganX1
dikontrol (korelasi parsial). Disini variabel yang dikontrol (X1) dikeluarkan
atau dibuat konstan. Sehingga X2’ = X2 – (b2X1 + a2 ) dan Y’ = Y – (b1 X1 +a1
), tetapi nilai a dan b didapatkan dengan menggunakan regresi linear. Setelah
hasilnya diperoleh, kemudian dicari regresi X2‘ dengan Y’ dimana : Y’ = b3X2’
+a3. Korelasi yang didapatkan dan sejalan dengan model-model di atas dinamakan
korelasi parsial X2 dan Y sedangkan X1 dibuat konstan.
Nilai korelasi berkisar
antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara
dua variabel semakin kuat. Sebaliknya, jika nilai mendekati 0 berarti hubungan
antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X
naik, maka Y naik) sementara nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X
naik, maka Y turun). Data yang digunakan
dalam korelasi parsial biasanya memiliki skala interval atau rasio. Berikut
adalah pedoman untuk memberikan interpretasi serta analisis bagi koefisien
korelasi menurut Sugiyono:
· -
0,199 = sangat rendah
· 0,20
- 0,3999 = rendah
· 0,40
- 0,5999 = sedang
· 0,60
- 0,799 = kuat
· 0,80
- 1,000 = sangat kuat
Mengontrol suatu variable
sangat berguna karena itu sebaiknya kita dapat mengerjakanny adengan cepat. Rumus sederhana untuk menghitung korelasi
parsial :
Korelasi parsia ldigunakan
untuk mencari arah dan kuat lemahnya hubungan antara 2 atau lebih variable independen (X1,X2...Xn) terhadap variable dependen (Y) secarabersamaan ,
dengan mengendalikan salah satu variabel independenya.
Koefisien
Determinasi
Koefisien korelasi r, hanya menyediakan ukuran kekuatan dan arah
hubungan
linier antaraduavariabel.
Akan tetapi tidak memberikan informasi mengenai berapa proporsi keragaman (variasi)
variabel dependen (Y) yang dapat diterangkan atau diakibatkan oleh hubungan
linier dengan nilai variabel independen (X). Koefisien Determinasi bisa di definisikan
sebagai nilai yang menyatakan proporsi keragaman Y yang dapat diterangkan/dijelaskan
oleh hubungan linier antara variabel X dan Y. Untuk menentukan besar kecilnya
sumbangan variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien
determinan sebagai berikut :
KP = r2 x 100%
Dimana :
KP adalah besarnya
koefisien penentu (diterminan) r adalah koefisien korelasi
Cari Koefisien parsial,
jika X1 tetap.
Analisis
Korelasi Parsial
a. Jika
X1 tetap maka :
Hepotesa :
Ha : Ada pengaruh yang
signifikan antara X2 dan Y jika X1 tetap.
H0 : Tidak ada pengaruh
yang signifikan antara X2 dan Y jika X1 tetap.
b. Jika
X2 tetap maka :
Hepotesa :
Ha : Ada pengaruh yang
signifikan antara X1 dan Y jika X2 tetap
H0 : Tidak ada pengaruh
yang signifikan antara X1 dan Y jika X2 tetap Untuk uji signifikansinya
menggunakan rumus :
Keterangan:
thitung = nilai yang akan dibandingkan dengan
ttabel rpar = nilai koefisien parsial
n = jumlah sample Kriteria pengujian :
thitung ≥ ttabel ; maka
tolak H0 (signifikan)
thitung < ttabel ;
maka terima H0 (tidak signifikan) db ttabel = n-1
3. Korelasi
Ganda
Korelasi ganda adalah
bentuk korelasi yang digunakan untuk melihat hubungan antara tiga atau lebih
variabel (dua atau lebih variabel independen dan satu variabel dependent.
Korelasi ganda berkaitan dengan interkorelasi variabel-variabel independen
sebagaimana korelasi mereka dengan variabel dependen.
Korelasi ganda adalah
suatu nilai yang memberikan kuatnya pengaruh atau hubungan dua variabel atau
lebih secara bersama-sama dengan variabel lain. Korelasi ganda merupakan
korelasi yang terdiri dari dua atau lebih variabel bebas (X1,X2,…..Xn) serta
satu variabel terikat (Y). Apabila perumusan masalahnya terdiri dari tiga
masalah, maka hubungan antara masing-masing variabel dilakukan dengan cara
perhitungan korelasi sederhana. Korelasi
ganda memiliki koefisien korelasi, yakni besar kecilnya hubungan antara dua
variabel yang dinyatakan dalam bilangan. Koefisien Korelasi disimbolkan dengan
huruf R. Besarnya Koefisien Korelasi adalah antara -1; 0; dan +1. Besarnya korelasi -1 adalah negatif sempurna
yakni terdapat hubungan di antara dua variabel atau lebih namun arahnya
terbalik, +1 adalah korelasi yang positif sempurna (sangat kuat) yakni adanya
sebuah hubungan di antara dua variabel atau lebih tersebut, sedangkan koefisien
korelasi 0 dianggap tidak terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih yang
diuji sehingga dapat dikatakan tidak ada hubungan sama sekali.
E. Uji
Korelasi dengan SPSS
a. Korelasi
Brivate
Misalkan saya ingin
menguji apakah ada hubungan yang signifikan antara Motivasi dan Minat dengan
Prestasi belajar siswa. Adapun detail data penelitiannya dapat anda lihat di
bawah ini.
Langkah-langkahnya yaitu
:
1. Buka
program SPSS, klik Variable View. Selanjutnya, pada bagian Name tulis saja X1,
X2 dan Y, pada Decimals ubah semua menjadi angka 0, pada bagian Label tuliskan
Motivasi, Minat dan Prestasi. Pada bagian Measure ganti menjadi Scale
2. Setelah
itu, klik Data View, dan masukkan data Motivasi (X1), Minat (X2) dan Prestasi
(Y) yang sudah dipersiapkan tadi ke program SPSS.
3. Selanjutnya,
dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, lalu klik Correlate, dan klik
Bivariate...
Cara Melakukan Analisis
Korelasi Bivariate Pearson dengan SPSS
Muncul kotak dialog
dengan nama "Bivariate Correlations". Masukkan variabel Motivasi
(X1), Minat (X2) dan Prestasi (Y) pada kotak Variables:. Selanjutnya, pada
kolom "Correlation Coefficient" pilih Pearson, lalu untuk kolom
"Test of Significant" pilih Two-tailed, dan centang pada Flag
Significant Correlations, terakhir klik Ok untuk mengakhiri perintah.
Setelah selasai, maka
akan muncul tampilan output SPSS "Correlations" tinggal kita
interpretasikan saja.
Interpretasi
Analisis Korelasi Bivariate Pearson
Berdasarkan tabel output
di atas, kita akan melakukan pernarikan kesimpulan dengan merujuk pada ke-3
dasar pengambilan keputusan dalam analisis korelasi bivariate pearson di atas.
1. Berdasarkan
Nilai Signifikansi Sig. (2-tailed): Dari tabel output di atas diketahui nilai
Sig. (2-tailed) antara Motivasi (X1) dengan Prestasi (Y) adalah sebesar 0,002
< 0,05, yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variabel
Motivasi dengan variabel Prestasi. Selanjutnya, hubungan antara Minat (X2)
dengan Prestasi (Y) memiliki nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05,
yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variabel Minat dengan
variabel Prestasi.
2. Berdasarkan
Nilai r hitung (Pearson Correlations): Diketahui nilai r hitung untuk hubungan
Motivasi (X1) dengan Prestasi (Y) adalah sebesar adalah sebesar 0,796 > r
tabel 0,576, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan atau korelasi antara
variabel Motivasi dengan variabel Prestasi. Selanjutnya, diketahui nilai r
hitung untuk hubungan Minat (X2) dengan Prestasi (Y) adalah sebesar adalah
sebesar 0,908 > r tabel 0,576, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
atau korelasi antara variabel Minat dengan variabel Prestasi. Karena r hitung
atau Pearson Correlations dalam analisis ini bernilai positif maka itu artinya
hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat positif atau dengan kata lain
semakin meningkatnya Motivasi dan Minat maka akan meningkat pula Prestasi
belajar siswa.
Catatan:
Rumus menghitung nilai r tabel product moment adalah dengan melihat nilai N
pada distribusi nilai r tabel product moment statistik. Karena N atau jumlah
sampel yang digunakan dalam analisis ini ada 12 orang siswa dengan signifikansi
5% maka ketemu nilai r tabel adalah sebesar 0,576. lihat gambar di bawah ini.
3. Berdasarkan
Tanda Bintang (*) SPSS: Dari output di atas diketahui bahwa nilai Pearson
Correlation antara masing-masing variabel yang dihubungkan mempunyai dua tanda
bintang (**), ini berarti terdapat korelasi antara variabel yang dihubungkan
dengan taraf signifikansi 1%.
b. Korelasi
Parsial
Seorang dosen ingin
mengetahui apakah ada hubungan antara IQ (Intelligence Quotient) dengan nilai IPK
(Indeks Prestasi Kumulatif) mahasiswa dengan Motivasi Berprestasi sebagai
variabel Kontrol. Guna keperluan penelitian ini maka dosen tersebut
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan menggunakan kuesioner untuk 12 orang
sampel atau responden penelitian. Adapun tabulasi data penelitian yang dimaksud
dapat anda lihat pada tabel berikut ini.
tahapan-tahapan analisis
data dalam uji korelasi parsial ini dimulai dari memasukkan atau menginput data
penelitian ke program SPSS, selanjutnya melakukan uji normalitas data terlebih
dahulu, baru kemudian melakukan analisis data dengan uji korelasi parsial.
1. Langkah
pertama buka lembar kerja baru SPSS, lalu klik Variable View, selanjutnya anda
cukup mengisi pada kolom Name, Decimals, Label, dan Measure, sementara untuk pilihan
yang lain biarkan tetap default. Tampak di layar SPSS sebagaimana gambar bawah
ini.
2. Jika
sudah, langkah berikutnya klik Data View, lalu masukkan data IQ, IPK dan
Motivasi ke-12 orang responden tersebut sesuai dengan judul kolom yang ada di
layar SPSS.
*Melakukan
Uji Normalitas Data Penelitian dengan SPSS
Karena persyaratan atau
asumsi dasar yang harus terpenuhi dalam penggunaan uji korelasi parsial ini
adalah data berdistribusi normal, maka terlebih dahulu kita akan melakukan uji
normalitas untuk variabel IQ, IPK dan Motivasi. Adapun caranya sebagai berikut
ini.
1. Dari
menu utama SPSS klik menu Analyze >> Descriptive Statistics >>
Explore…
2. Maka
muncul kotak dialog “Explore” selanjutnya masukkan semua variabel penelitian ke
kotak Dependent List: kemudian pada bagian “Display” pilih Both, setelah itu
klik Plots…
3. Maka
muncul kotak dialog “Explore Plots” lalu beri tanda ceklist (v) pada Normality
plots with tests, selanjutnya klik Continue, kemudian klik Ok
4. Maka
akan mucul output SPSS, kita cukup perhatikan pada tabel output “Tests of
Normality” tampak dilayar seperti gambar di bawah ini.
*Pembahasan
Uji Normalitas untuk Uji Korelasi Parsial dengan SPSS
Untuk mengetahui apakah
variabel IQ, IPK dan Motivasi yang digunakan dalam penelitian berdistribusi
normal atau tidak, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui teori tentang
dasar pengambilan keputusan untuk uji normalitas. Adapun dasar pengambilan
keputusan dalam uji normalitas adalah sebagai berikut.
a. Jika
nilai Signifikansi (Sig.) < 0,05, maka variabel tidak berdistribusi normal.
b. Jika
nilai Signifikansi (Sig.) > 0,05, maka variabel berdistribusi normal.
Berdasarkan tabel output
SPSS “Tests of Normality” di atas, diketahui bahwa nilai Sig. dalam uji
normalitas Shapiro-Wilk adalah sebagai berikut.
Nilai IQ Sig. adalah
sebesar 0,932
a. Nilai
IPK Sig. adalah sebesar 0,152
b. Nilai
Motivasi Sig. adalah sebesar 0,066
Karena nilai signifikansi
(Sig.) untuk semua variabel penelitian di atas > 0,05 maka dapat disimpulkan
variabel IQ, IPK dan Motivasi adalah berdistribusi normal. Dengan demikian,
asumsi dasar atau persyaratan dalam uji korelasi parsial sudah terpenuhi.
Catatan: metode
Shapiro-Wilk dipakai untuk sampel < 50. Sementara metode Kolmogorov-Smirnov
dipakai untuk sampel > 50.
Melakukan
Uji Korelasi Parsial dengan SPSS
1. Selanjutnya
kita akan melakukan Uji Korelasi Parsial dengan SPSS, caranya klik menu Analyze
>> Correlate >> Partial… Tampak dilayar.
2. Muncul
kotak dialog “Partial Correlations” Selanjutnya, masukkan variabel IQ dan IPK
ke kotak Variables: kemudian masukkan variabel Motivasi ke kotak Controlling
for, pada bagian “Test of Significance” pilih Two-tailed dan beri tanda ceklist
(v) untuk Display actual significance level, lalu klik Options…
3. Muncul
kotak diloag “Partial Correlations: Options”, kemudian pada bagian “Statistics”
berikan tanda ceklist (v) untuk Means and standard deviations dan Zero-order
correlations. Selanjutnya pada bagian “Missing Values” aktifkan pilihan Exclude
cases pairwise, lalu klik Continue
4. Kemudian
klik Ok untuk mengakhiri perintah. Maka muncul Output SPSS dengan judul
“Partial Corr” selanjutnya tinggal interpretasikan saja tabel output tersebut.
Interpretasi
Output Uji Korelasi Parsial dengan SPSS
Tabel Output “Descriptive
Statistics”
Tabel output SPSS di
atas, memberikan informasi kepada kita tentang ringkasan nilai statistik
deskriptif atau gambaran data untuk ketiga variabel (IQ, IPK dan Motivasi)
mencakup Mean atau nilai rata-rata, Std. Deviation (Standar Deviasi), dan N
atau jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel Output
“Correlations”
Tabel output SPSS ini
memberikan informasi mengenai hubungan yang terbentuk antar variabel sebelum
dan sesudah dimasukkannya variabel kontrol dalam analisis korelasi. Untuk
memaknai tabel output Correlations di atas, maka ada 3 tahapan yang harus kita
lalui, yaitu: (1) Menentukan rumusan hipotesis penelitian. (2) Melihat teori
tentang dasar pengambilan keputusan dalam uji korelasi parsial. (3) Manafsirkan
hasil analisis dan membuat kesimpulan.
*Rumusan Hipotesis
Penelitian dalam Uji Korelasi Parsial
a. H0:
Hubungan antara IQ dengan IPK dengan Motivasi sebagai variabel kontrol tidak
signifikan.
b. Ha:
Hubungan antara IQ dengan IPK dengan Motivasi sebagai variabel kontrol
signifikan.
*Dasar Pengambilan
Keputusan dalam Uji Korelasi Parsial Sig. (2-tailed)
a. Jika
nilai Significance (2-tailed) > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
b. Jika
nilai Significance (2-tailed) < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima.
*Pembahasan Output Uji
Korelasi Parsial dengan SPSS
Tabel output pertama
“-none-a” menunjukkan nilai korelasi atau hubungan antara variabel IQ dengan
IPK sebelum dimasukkannya variabel kontrol (Motivasi) dalam analisis. Dari
output di atas diketahui nilai koefisien korelasi (Correlations) sebesar 0,832
(positif) dan nilai Significance (2-tailed) adalah 0,001 < 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara IQ dengan IPK
mahasiswa tanpa adanya variabel kontrol (Motivasi). Sementara nilai
Correlations sebesar 0,832 ini masuk dalam kategori hubungan sangat kuat.
Tabel output kedua
“Motivasi” menujukkan nilai korelasi atau hubungan antara variabel IQ dengan
IPK setelah memasukkan Motivasi sebagai variabel kontrol dalam analisis. Dari
tabel output di atas terlihat bahwa terjadi penurunan nilai koefisien korelasi
(Correlations) menjadi 0,626 (bernilai positif dan kategori hubungan kuat)
dengan nilai Significance (2-tailed) sebesar 0,039 < 0,05, maka H0 ditolak
dan Ha diterima yang berarti bahwa hubungan antara IQ dengan IPK dengan
Motivasi sebagai variabel kontrol adalah signifikan (nyata).
*Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan pembahasan dalam uji
korelasi parsial di atas diketahui bahwa kehadiran variabel motivasi
berprestasi sebagai variabel kontrol akan memberikan pengaruh terhadap hubungan
antara variabel IQ dengan variabel IPK. Dengan demikian maka dapat disimpulkan
bahwa variabel IQ (Intelligence Quotient) bukanlah satu-satunya variabel yang
menentukan nilai IPK mahasiswa, karena ada variabel lain juga yang berhubungan
dengan nilai IPK yaitu variabel Motivasi berprestasi.
Contoh Soal
1. Apakah yang
dimaksud dengan kolerasi ?
Penyelesaian :
Secara sederhana, korelasi dapat
diartikan sebagai hubungan. Namun ketika dikembangkan lebih jauh, korelasi
tidak hanya dapat dipahami sebatas pengertian tersebut. Korelasi merupakan
salah satu teknik analisis dalam statistik yang digunakan untuk mencari
hubungan antara dua variabel yang bersifat kuantitatif. Hubungan dua variabel
tersebut dapat terjadi karena adanya hubungan sebab akibat atau dapat pula
terjadi karena kebetulan saja. Dua variabel dikatakan berkolerasi apabila
perubahan pada variabel yang satu akan diikuti perubahan pada variabel yang
lain secara teratur dengan arah yang sama (korelasi positif) atau berlawanan (korelasi
negatif).
2. Apkah
perbedaan antara Korelasi Pearson Product Moment dan Korelasi Rank Spearman ?
Penyelesaian :
Korelasi Pearson Product Moment
adalah korelasi yang digunakan untuk data kontinu dan data diskrit. Korelasi
pearson cocok digunakan untuk statistik parametrik. Ketika data berjumlah besar
dan memiliki ukuran parameter seperti mean dan standar deviasi populasi.
Korelasi Pearson menghitung korelasi
dengan menggunakan variasi data. Keragaman data tersebut dapat menunjukkan
korelasinya. Korelasi ini menghitung data apa adanya, tidak membuat ranking
atas data yang digunakan seperti pada korelasi Rank Spearman. Ketika kita
memiliki data numerik seperti nilai tukar rupiah, data rasio keuangan, tingkat
pertumbuhan ekonomi, data berat badan dan contoh data numerik lainnya, maka
Korelasi Pearson Product Moment cocok digunakan. Sebaliknya, Koefisien Korelasi
Rank Spearman digunakan untuk data diskrit dan kontinu namun untuk statistik
nonparametrik. Koefisien korelasi Rank Spearman lebih cocok untuk digunakan
pada statistik nonparametrik. Statistik nonparametrik adalah statistik yang
digunakan ketika data tidak memiliki informasi parameter, data tidak
berdistribusi normal atau data diukur dalam bentuk ranking. Berbeda dengan
Korelasi Pearson, korelasi ini tidak memerlukan asumsi normalitas, maka
korelasi Rank Spearman cocok juga digunakan untuk data dengan sampel kecil. Korelasi Rank Spearman menghitung korelasi
dengan menghitung ranking data terlebih dahulu. Artinya korelasi dihitung
berdasarkan orde data. Ketika peneliti berhadapan dengan data kategorik seperti
kategori pekerjaan, tingkat pendidikan, kelompok usia, dan contoh data
ketegorik lainnya, maka Korelasi Rank Spearman cocok digunakan. Korelasi Rank
Spearman pun cocok digunakan pada kondisi dimana peneliti dihadapkan pada data
numerik (kurs rupiah, rasio keuangan, pertumbuhan ekonomi), namun peneliti
tidak memiliki cukup banyak data (data kurang dari 30).
3. Seorang
mahasiswa bernama Andi melakukan penelitian dengan menggunakan alat ukur skala.
Andi ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kecerdasan dengan prestasi
belajar pada siswa SMU Negeri 1 Yogyakarta, dengan ini Andi membuat 2 variabel
yaitu kecerdasan dan prestasi belajar. Tiap-tiap variabel dibuat beberapa butir
pertanyaan dengan menggunakan skala Likert, yaitu angka 1 = Sangat tidak
setuju, 2 = Tidak setuju, 3 = Setuju dan 4 = Sangat Setuju. Setelah membagikan
skala kepada 12 responden didapatlah skor total item-item yaitu sebagai
berikut:
Penyelesaian :
Langkah-langkah pada program SPSS
a. Masuk
program SPSS
b. Klik
variable view pada SPSS data editor
c. Pada kolom
Name ketik x, kolom Name pada baris kedua ketik y.
d. Pada kolom
Decimals ganti menjadi 0 untuk variabel x dan y
e. Pada kolom
Label, untuk kolom pada baris pertama ketik Kecerdasan, untuk kolom pada baris
kedua ketik Prestasi Belajar.
f. Untuk
kolom-kolom lainnya boleh dihiraukan (isian default)
g. Buka data
view pada SPSS data editor, maka didapat kolom variabel x dan y.
h. Ketikkan
data sesuai dengan variabelnya
i. Klik Analyze
- Correlate - Bivariate
j. Klik
variabel Kecerdasan dan masukkan ke kotak Variables, kemudian klik variabel
Prestasi Belajar dan masukkan ke kotak yang sama (Variables).
k. Klik OK,
maka hasil output yang didapat adalah sebagai berikut:
Tabel. Hasil Analisis
Korelasi Bivariate Pearson
Dari hasil analisis korelasi
sederhana (r) didapat korelasi antara kecerdasan dengan prestasi belajar (r)
adalah 0,766. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang kuat antara
kecerdasan dengan prestasi belajar. Sedangkan arah hubungan adalah positif
karena nilai r positif, berarti semakin tinggi kecerdasan maka semakin
meningkatkan prestasi belajar.
- Uji Signifikansi Koefisien Korelasi
Sederhana (Uji t)
Uji signifikansi koefisien korelasi
digunakan untuk menguji apakah hubungan yang terjadi itu berlaku untuk populasi
(dapat digeneralisasi). Misalnya dari kasus di atas populasinya adalah siswa
SMU Negeri 1 Yogyakarta dan sampel yang diambil dari kasus di atas adalah 12
siswa SMU Negeri 1 Yogyakarta, jadi apakah hubungan yang terjadi atau
kesimpulan yang diambil dapat berlaku untuk populasi yaitu seluruh siswa SMU
Negeri 1 Yogyakarta. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
a. Menentukan
Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan secara
signifikan antara kecerdasan dengan prestasi belajar
Ha : Ada hubungan secara signifikan
antara kecerdasan dengan prestasi belajar
b. Menentukan
tingkat signifikansi
Pengujian menggunakan uji dua sisi
dengan tingkat signifikansi a = 5%. (uji dilakukan 2 sisi karena untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan, jika 1 sisi digunakan
untuk mengetahui hubungan lebih kecil atau lebih besar). Tingkat signifikansi
dalam hal ini berarti kita mengambil risiko salah dalam mengambil keputusan
untuk menolak hipotesa yang benar sebanyak-banyaknya 5% (signifikansi 5% atau
0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam penelitian)
c. Kriteria
Pengujian
Ho diterima jika Signifikansi >
0,05
Ho ditolak jika Signifikansi <
0,05
d. Membandingkan
signifikansi
Nilai signifikansi 0,004 < 0,05,
maka Ho ditolak.
e. Kesimpulan
Oleh karena nilai Signifikansi
(0,004 < 0,05) maka Ho ditolak, artinya bahwa ada hubungan secara signifikan
antara kecerdasan dengan prestasi belajar. Karena koefisien korelasi nilainya
positif, maka berarti kecerdasan berhubungan positif dan signifikan terhadap
pretasi belajar. Jadi dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
berhubungan positif terhadap prestasi belajar pada siswa SMU Negeri 1
Yogyakarta.
4. Penelitian
dengan menggunakan alat ukur skala. Peneliti ingin mengetahui apakah ada
hubungan antara kecerdasan dengan prestasi belajar pada siswa SMU Negeri 1
Yogyakarta, dengan ini Peneliti membuat 2 variabel yaitu kecerdasan dan
prestasi belajar. Tiap-tiap variabel dibuat beberapa butir pertanyaan dengan
menggunakan skala Likert, yaitu angka 1 = Sangat tidak setuju, 2 = Tidak
setuju, 3 = Setuju dan 4 = Sangat Setuju. Setelah membagikan skala kepada 12
responden didapatlah skor total item-item yaitu sebagai berikut:
Tabel. Tabulasi Data (Data Fiktif)
No
|
kecerdasan
(X1)
|
Prestasi Belajar (X2)
|
1
|
33
|
58
|
2
|
32
|
52
|
3
|
21
|
48
|
4
|
34
|
49
|
5
|
34
|
52
|
6
|
35
|
57
|
7
|
32
|
55
|
8
|
21
|
50
|
9
|
21
|
48
|
10
|
35
|
54
|
11
|
36
|
56
|
12
|
21
|
47
|
Penyelesaian
:
Sebelum
dilakukan analisis bivariat, hal yang pertama dilakukan adalah menguji bahwa data
tersebut normal. Untuk itu digunakan software SPSS dan diperoleh hasil sebagai
berikut :
Output
software SPSS di atas menunjukkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,2 hal itu
menunjukkan bahwa nilai signifikan lebih besar dari alfa 0,05. Berdasarkan itu
dapat simpulkan bahwa populasi tersebut memiliki data yang berdistribusi
normal. Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian analisis bivariat
terhadap data tersebut. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji Pearson’s
Product Moment. Dengan menggunakan software SPSS diperoleh hasil sebagai
berikut :
Dari
hasil analisis korelasi sederhana didapat korelasi antara kecerdasan dengan
prestasi belajar adalah 0,766 atau P-value > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi hubungan yang kuat antara kecerdasan dengan prestasi belajar. Sedangkan
arah hubungan adalah positif karena nilai r (korelasi) positif, berarti semakin
tinggi kecerdasan maka semakin meningkatkan prestasi belajar.
5. Bagaimana hubungan murni antara X1 dan X2 terhadap Y
Penyelesaian :
Komentar
Posting Komentar