A. Hipotesis
Berasal dari
kata hipo dan thesis. Hipo artinya sementara/lemah kebenarannya dan thesis
artinya pernyataan/teori. Pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya.
Untuk menguji kebenaran sebuah hipotesis digunakan pengujian yang disebut
hypotesis testing.
1.
Hypothesis
Testing
Suatu prosedur
pengujian hipotesis tentang parameter populasi menggunakan informasi dari
sampel dan teori probabilitas untuk menentukan apakah hipotesis tersebut secara
statistik dapat diterima atau ditolak Pengujian hipotesis dijumpai dua jenis
hipotesis, yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha).
a.
Hipotesis nol (Ho)
Suatu hipotesis
yang menyatakan tidak ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok.
Atau tidak ada hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain
b.
Hipotesis alternatif (Ha)
Suatu hipotesis yang
menyatakan ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok. Atau ada
hubungan anatara variabel satu denan variabel yang lain
2.
Rumusan
hipotesis
a.
Hipotesis
deskriptif (pernyataan)
suatu dugaan
atau pernyataan sementara tentang nilai suatu variabel mandiri. Artinya tidak
membuat suatu perbandingan atau hubungan
Contoh :
Suatu puskesmas manyatakan pada periode tertentu,
jumlah penduduk di wilayah kerjanya yang mencari pengobatan pada sarana
kesehatan adalah paling banyak 47%
Maka
hipotesisnya ditulis :
·
Ho = μ ≤ 0,47
·
Ha =μ ≥ 0,47
b.
Hipotesis
komparatif (perbedaan)
suatu pernyataan
sementara yang menunjukkan dugaan nilai pada satu variabel atau lebih pada
sampel yang berbeda
Contoh :
Tidak terdapat
perbedaan daya tahan tubuh antara pria dan wanita terhadap penyakit influenza.
Pernyataan ini, hipotesisnya ditulis :
·
Ho = μ1 = μ2
·
Ha = μ1 ≠ μ2
Daya tahan tubuh
balita pria sama dengan balita wanita terhadap penyakit influenza. Pernyataan
ini, hipotesisnya ditulis :
·
Ho = μ1 ≥ μ2
·
Ha = μ1 < μ2
c. Hipotesis asosiatif (hubungan)
suatu
pernyataan sementara yang menunjukkan dugaan akan adanya hubungan antara dua
variabel atau lebih
Contoh
:
Apakah ada hubungan antara ibu perokok dengan
berat badan lahir rendah ?
Rumusan
hipotesisnya :
· Ho = μ = o
· Ha = μ ≠ o
B. Kesalahan Pengambilan Keputusan
Dalam pengujian
hipotesis kita selalu dihadapkan suatu kesalahan pengambilan keputusan. Ada dua
jenis kesalahan pengambilan keputusan dalam uji statistik, yaitu:
a.
kesalahan tipe
alpha
b.
Kesalahan tipe
beta
Untuk penjelasan
lebih jelasnya perhatikan berikut ini :
a.
Kesalahan Tipe I
(alpha)
Merupakan kesalahan menolak Ho padahal sesungguhnya
Ho benar. Artinya: menyimpulkan adanya perbedaan padahal sesungguhnya tidak ada
perbedaan. Peluang kesalahan tipe satu (I) adalah atau sering disebut Tingkat signifikansi (significance
level). Sebaliknya peluang untuk tidak membuat kesalahan tipe I adalah sebesar
1- , yang disebut dengan Tingkat
Kepercayaan (confidence level).
Kesalahan tipe pertama ini merupakan sebuah kesalahan
bila menolak Hipotesis nol (Ho) yang benar atau dalam artian hipotesis tersebut
harusnya diterima. Pada saat meneliti suatu hipotesis dan akhirnya menolak
hipotesis tersebut tanpa memeriksa terlebih dahulu bahwa hipotesis yang di uji
telah memenuhi persyaratan dasar untuk menjadi valid. Ketika seorang peneliti
melakukan hal tersebut maka hipotesis akan menyebabkan kesalahan tipe I.
Kesalahan tipe I atau kesalahan jenis pertama juga
dikenal sebagai "false positive". Cara sederhana untuk melihat kesalahan
semacam ini sangat mencerahkan. Salah satu contoh dalam investigasi kriminal,
hipotesis nol adalah bahwa terdakwa sebenarnya tidak bersalah, yang akan
membuat alternatif bahwa ia akan bersalah. Jadi, yang akan menjadi kesalahan
tipe I dalam skenario spesifik
ini adalah karena dalam kesalahan tipe I kami menolak hipotesis nol dan
dalam kasus ini, seperti yang telah dikatakan, hipotesis nol adalah bahwa orang
ini tidak bersalah, ini berarti bahwa ia akan dinyatakan bersalah dan dikirim
ke penjara. Karena menolak hipotesis nol yang sebenarnya benar maka ini akan
menjadi kesalahan tipe pertama.
Saat sedang menguji apakah obat eksperimental bisa
efektif dalam mengobati penyakit tertentu. Dalam contoh ini, hipotesis nol
adalah bahwa obat tersebut tidak efektif dalam menyembuhkan penyakit ini. Jika
kami menolak, kami akan mengklaim bahwa obat ini memang efektif, tetapi jika
kami menolak hipotesis nol, kami akan mengklaim bahwa obat ini yang kami uji
coba dapat menyembuhkan penyakit ini, padahal sebenarnya obat itu sama sekali
tidak efektif dalam melakukannya. Sekali lagi, ini akan menjadi kesalahan tipe
I.
Sebenarnya ada banyak contoh untuk kesalahan tipe
pertama, yang menjadi inti dari terjadinya kesalahan ini adalah bagaimana
seseorang menarik kesimpulan dari sebuah hipotesis nol yang sebenarnya benar
namun menolak hipotesis tersebut.
b.
Kesalahan Tipe
II (Betha)
Merupakan kesalahan tidak menolak Ho padahal
sesungguhnya Ho salah. Artinya: menyimpulkan tidak ada perbedaan padahal
sesungguhnya ada perbedaan. Peluang untuk membuat kesalahan tipe kedua (II) ini
adalah sebesar . Peluang untuk tidak
membuat kesalahan tipe kedua (II) adalah sebesar 1- , dan dikenal sebagai Tingkat Kekuatan Uji (power of the test).
Tentunya berbeda dengan kesalahan tipe pertama.
Kesalahan tipe kedua ini merupakan kebalikannya. Dimana kesalahan ini adalah
sebuah kesalahan bila menerima hipotesis nol (Ho) yang salah atau seharusnya
menolak hipotesis tersebut. Seorang peneliti menolak secara sadar sebuah
hipotesis namun pada saat menguji hipotesis
tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya dan maka itu akan menerima
hipotesis secara keliru.
Salah satu contoh yang akan menghasilkan kesalahan
tipe kedua adalah ketika sebuah hipotesis nol bernilai salah, namun ketika
menarik kesimpulan lalu menerima hipotesis tersebut akan menghasilkan kesalahan
tipe kedua.
Berdasarkan hal tersebut, maka hubungan antara
keputusan menolak atau menerima hipotesis dapat digambarkan sebagai berikut:
Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Keputusan
menerima hipotesis nol yang benar, berarti tidak membuat kesalahan.
2.
Keputusan
menerima hipotesis nol yang salah, berarti terjadi kesalahan tipe II.
3.
Keputusan
menolak hipotesis nol yang benar, berarti terjadi kesalahan tipe I.
4.
Keputusan
menolak hipotesis nol yang salah, berarti tidak membuat kesalahan.
c.
Menentukan
Tingkat Kemaknaan (Level Of Significance)
Tingkat kemaknaan, atau sering disebut dengan nilai , merupakan
nilai yang menunjukkan besarnya peluang salah dalam menolak hipotesis nol.
Nilai merupakan batas toleransi
peluang salah dalam menolak hipotesis nol. Nilai merupakan nilai batas maksimal kesalahan menolak Ho. Nilai dapat diartikan pula sebagai batas
maksi Dalam pengujian
hipotesis kebanyakan digunakan kesalahan tipe I yaitu berapa persen kesalahan
untuk menolak hipotesis nol (Ho) yang benar (yang seharusnya diterima). Prinsip
pengujian hipotesis yang baik adalah meminimalkan nilai α dan β. Dalam perhitungan,
nilai α dapat dihitung sedangkan nilai β hanya bisa dihitung jika nilai
hipotesis alternatif sangat spesifik. Pada pengujian hipotesis, kita lebih
sering berhubungan dengan nilai α. Dengan asumsi, nilai α yang kecil juga
mencerminkan nilai β yang juga kecil. Menurut Furqon (2004:167), kedua tipe
kekeliruan tersebut berhubungan negatif (berlawanan arah). Para peneliti
biasanya, secara konservatif menetapkan sekecil mungkin (0,05 atau 0,01)
sehingga meminimalkan peluang kekelliruan tipe I. Dalam hal ini, mereka
beranggapan bahwa menolak hipotesis nol yang seharusnya diterima merupakan
kekeliruan yang serius mengingat akibat yang ditimbulkannya. Namun perlu
diingat dalam menetapkan taraf signifikansi kita harus melihat situasi
penelitian.
Yang kita ketahui bumi memang berbentuk bola. Nah,
kalau kita menolak bumi berbentuk, berarti bumi berbentuk kubus. Sedangkan,
jika kita menolak bumi berbentuk kubus, berarti bumi berbentuk bola. Jelas di
sini bahwa kesalahan tipe I lebih “mahal” dibandingkan dengan kesalahan tipe
II. Jika si peneliti menolak menyimpulkan bumi berbentuk kubus—artinya sama
dengan mendukung simpulan bahwa bumi berbentuk bola, maka kesalahannya
menyimpulkan itu tidak “mahal” sama sekali karena bumi memang berbentuk bola.
Artinya, walaupun ia menolak Ha, kesalahannya tidak berbahaya sama sekali.
Contoh lain misalnya masalah titik didih air. Fakta
yang ada menunjukkan bahwa air mendidih pada suhu 100 derajat C. Seorang
peneliti ingin tahu apakah ada air yang mendidih pada suhu di bawah 100 derajat
C. Hipotesis nol adalah: “Air mendidih pada suhu 1000C”; hipotesis alternatif,
“Air mendidih pada suhu di bawah 100 derajat C. Risiko atau biaya kesalahan
tipe I, menolak air fakta bahwa air mendidih pada suhu 100 derajat C, lebih
besar daripada kesalahan tipe II, menolak air mendidih pada suhu di bawah 100
derajat C. Jelas bahwa kesalahan tipe I lebih “berbahaya” daripada kesalahan
tipe II.
Manusia pada dasarnya memiliki kejujuran, namun ada
manusia yang tidak jujur. Jika dibuat menjadi hipotesis penelitian, maka
hipotesis nol, “Setiap manusia bersifat jujur”; sedangkan hipotesis alternatif,
“Ada manusia yang tidak jujur”.
Yang pertama, mengatakan manusia jujur sebagai
manusia yang tidak jujur, berarti menolak hipotesis nol. Sehingga, kesalahan
menolak hipotesis nol adalah kesalahan tipe I. Sedangkan yang kedua, mengatakan
manusia yang tidak jujur sebagai manusia jujur, berarti menolak hipotesis
alternatif. Artinya, kesalahan menolak hipotesis alternatif adalah kesalahan
tipe II.
Contoh lain, manusia secara kodrati adalah makhluk
yang setia kepada pasangannya. Namun, selalu ada manusia yang tidak setia
kepada pasangannya. Hipotesis nol, “Setiap manusia setia kepada pasangannya”;
hipotesis alternatif, “Ada manusia yang tidak setia kepada pasangannya”. Mana
yang lebih berbahaya, tidak jadi mengawini seseorang yang sebenarnya setia
(menolak hipotesis nol) ataukah mengawini seseorang yang sebenarnya tidak setia
(hipotesis alternatif)? Jelas lebih baik tidak mengawini siapapun daripada
harus mengawini orang yang tidak setia sama sekali!
Dua contoh yang pertama tentang bumi dan air terjadi
di bidang ilmu alam sedangkan yang dua contoh terakhir terjadi di bidang ilmu
sosial. Pelajaran di sini adalah bahwa, ternyata, kedua cabang ilmu itu tidak
bisa dipandang dengan kacamata yang sama. Seorang peneliti di ilmu alam:
fisika, biologi, kimia, dll, akan berusaha menghindari kesalahan tipe I karena
risiko atau konsekuensinya lebih mahal dibandingkan dengan kesalahan tipe II.
Sebaliknya, peneliti di ilmu sosial: ekonomika, bisnis, psikologi, dll, lebih
memilih menghindari kesalahan tipe II karena biayanya lebih mahal dibandingkan
dengan kesalahan tipe I.
Namun, simpulan itu tidak sepenuhnya sesuai untuk
ilmu hukum terutama jika terjadi di pengadilan. Kesalahan tipe I adalah jika
hakim menilai si terdakwa yang tidak bersalah sebagai orang yang bersalah dan,
dengan demikian, memenjarakannya. Sebaliknya, kesalahan tipe II adalah jika
hakim menilai si penjahat tidak melakukan kejahatan seperti yang dituduhkan
dan, kemudian, membebaskan si penjahat.
Jika kita selisik dengan baik, kesalahan tipe I
adalah kesalahan yang berat karena hakim bisa saja menghukum mati, misalnya,
seseorang yang tidak bersalah. Jelas kesalahan ini mahal harganya. Sebaliknya,
kesalahan tipe II juga bisa menjadi kesalahan yang berat, karena hakim bisa
saja membebaskan seorang pembunuh berdarah dingin.
Setiap pembuat kebijakan di level manapun harus
paham dengan kesalahan tipe I dan tipe II dan mana di antara mereka yang lebih
mahal dibandingkan dengan yang lain. Mana yang lebih mahal menyimpulkan bahwa
rakyat sedang tidak mengalami kesulitan ketika mereka benar-benar tidak bisa
membeli segenggam beras (kesalahan tipe II) daripada menyimpulkan bahwa mereka
mampu membeli kebutuhan mereka (kesalahan tipe I) jika pertumbuhan ekonomi
menunjukkan peningkatan?
Mana yang lebih mahal menyimpulkan bahwa banjir
bandang bukan disebabkan oleh penggundulan hutan (kesalahan tipe II)
dibandingkan dengan menyimpulkan bahwa bencana hanya semata-mata bencana
(kesalahan tipe I) ketika penggundulan hutan memang terjadi?
Mana yang lebih mahal biayanya, menyimpulkan bahwa
angkatan perang kita masih bisa menghadang ancaman dari luar negeri (kesalahan
tipe I) dibandingkan dengan menyimpulkan bahwa angkatan perang kita tidak kuat
menghadapi ancaman dari luar negeri (kesalahan tipe II)?
Mana yang lebih mahal biayanya, salah menyimpulkan
bahwa ada anggota DPR kompeten (kesalahan tipe I) dibandingkan dengan
menyimpulkan bahwa ada anggota DPR yang tidak kompeten (kesalahan tipe II)?
Seorang pembuat kebijakan, harus paham dengan kedua
tipe kesalahan ini. Setidaknya, ia harus dibantu oleh orang yang benar-benar
paham dengan risiko masing-masing tipe kesalahan ini.
Pengujian hipotesis digunakan di sejumlah besar
disiplin ilmu yang berbeda termasuk ilmu sosial dan alam, meskipun banyak orang
mungkin menganggap pengujian hipotesis sebagai sesuatu yang hanya berkaitan
dengan statistik. Karena kedua kesalahan tersebut dengan cara yang tidak dapat
dihindari oleh desain, sangat penting untuk menyadarinya sehingga Anda dapat
merencanakan desain Anda dengan lebih baik sebelum terlambat. Ini adalah
satu-satunya cara untuk menghindarinya agar tidak terjadi dan, karenanya,
menarik kesimpulan yang salah.
“Ada dua hasil yang mungkin: jika hasilnya
mengkonfirmasi hipotesis, maka Anda telah melakukan pengukuran. Jika hasilnya
bertentangan dengan hipotesis, maka Anda telah membuat penemuan. " –
Enrico Fermi
Sebuah hipotesis nol hanya bisa benar atau salah.
Bahkan, terlalu sering berasumsi bahwa hipotesis nol benar sampai saat ketika
bukti yang bertentangan ditemukan. Cara terbaik untuk menghindari kedua jenis
kesalahan ini adalah dengan menerapkan hipotesis di dunia nyata sebanyak
positif.mal kita salah menyatakan adanya perbedaan.
d.
Penentuan Nilai (Alpha)
Penentuan nilai alpha adalah besarnya batas
toleransi dalam menerima kesalahan hasil hipotesis terhadap nilai parameter
populasinya. Semakin tinggi taraf nyata yang di gunakan, semakin tinggi pula
penolakan hipotesis nol atau hipotesis yang di uji, padahal hipotesis nol
benar.
Besaran yang sering di gunakan untuk menentukan
taraf nyata dinyatakan dalam %, yaitu: 1% (0,01), 5% (0,05), 10% (0,1),
sehingga secara umum taraf nyata di tuliskan sebagai α0,01, α0,05, α0,1. Besarnya
nilai α bergantung pada keberanian pembuat keputusan yang dalam hal ini berapa
besarnya kesalahan (yang menyebabkan resiko) yang akan di tolerir. Besarnya
kesalahan tersebut di sebut sebagai daerah kritis pengujian (critical region of
a test) atau daerah penolakan ( region of rejection).
Nilai α yang dipakai sebagai taraf nyata di gunakan
untuk menentukan nilai distribusi yang di gunakan pada pengujian, misalnya
distribusi normal (Z), distribusi t, dan distribusi X². Nilai itu sudah di
sediakan dalam bentuk tabel di sebut nilai kritis.
·
Tergantung dari
tujuan dan kondisi penelitian.
·
Nilai (alpha) yang sering digunakan adalah 10 %, 5 %
atau 1 %.
·
Bidang kesehatan
biasanya digunakan nilai (alpha) sebesar 5
%.
·
Pengujian
obat-obatan digunakan batas toleransi kesalahan yang lebih kecil misalnya 1 %,
karena mengandung risiko yang fatal.
·
Misalkan seorang
peneliti yang akan menentukan apakah suatu obat bius berkhasiat akan menentukan yang kecil sekali , peneliti tersebut
tidak akan mau mengambil resiko bahwa ketidak berhasilan obat bius besar karena
akan berhubungan dengan nyawa seseorang yang akan dibius.
C. Pemilihan Jenis Uji Paramertik Atau Non Parametrik
Dalam pengujian hipotesis sangat berhubungan dengan
distribusi data populasi yang akan diuji. Bila distribusi data populasi yang
akan diuji berbentuk normal/simteris, maka proses pengujian dapat digunakan
dengan pendekatan uji statistik parametrik. Bila distribusi data populasinya
tidak normal atau tidak diketahui distribusinya maka dapat digunakan pendekatan
uji statistik Non Parametrik.
D. Prosedur Uji Hipotesis
1.
Menetapkan
Hipotesis
2.
Penentuan uji
statistik yang sesuai
3.
Menentukan batas
atau tingkat kemaknaan (level of significance)
4.
Penghitungan Uji
Statistik
5.
Keputusan Uji
Statistik
E.
Menetapkan
Hipotesis
1.
Hipotesis Nol
(Ho)
Tidak ada
perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang merokok
dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok.
2.
Hipotesis
Alternatif (Ha)
Ada perbedaan
berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang merokok dengan
mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok.
F.
Penentuan uji
statistik yang sesuai
Ada beragam jenis uji statistik yang dapat
digunakan. Setiap uji statistik mempunyai persyaratan tertentu yang harus
dipenuhi. Oleh karena itu harus digunakan uji statistik yang tepat sesuai
dengan data yang diuji. Jenis uji statistik sangat tergantung dari:
1.
Jenis variabel
yang akan dianalisis
2.
Jenis data
apakah dependen atau independen
3.
Jenis distribusi
data populasinya apakah mengikuti distribusi normal atau tidak
Contoh penentuan uji statistik :
Sebagai
gambaran, jenis uji statistik untuk mengetahui perbedaan mean akan berbeda
dengan uji statistik untuk mengetahui perbedaan proporsi/persentase. Uji beda
mean menggunakan uji T atau uji Anova, sedangkan uji untuk mengetahui perbedaan
proporsi digunakan uji Kai kuadrat.
G. Menentukan Batas Atau Tingkat Kemaknaan (Level Of
Significance)
Batas/tingkat kemaknaan, sering juga disebut dengan
nilai . Penggunan nilai alpha tergantung tujuan penelitian yang dilakukan,
untuk bidang kesehatan biasanya menggunakan nilai alpha (α = 0,05 /CI=95% atau
α = 0,01 /CI=99%)
CI = Confidence Interval (Tingkat Kepercayaan)
= komplemen dari α
= 1 - α
H. Penghitungan Uji Statistik
Penghitungan uji statistik adalah menghitung data
sampel kedalam uji hipotesis yang sesuai. Misalnya kalau ingin menguji perbedan
mean antara dua kelompok, maka data hasil pengukuran dimasukkan ke rumus uji t.
Dari hasil perhitungan tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai populasi
untuk mengetahui apakah ada hipotesis ditolak atau gagal menolak hipotesis.
I.
Keputusan Uji
Statistik
Hasil pengujian statistik akan menghasilkan dua
kemungkinan keputusan yaitu menolak Hipotesis Nol dan Gagal menolak Hipotesis
nol. Keputusan uji statistik dapat dicari dengan dua pendekatan yaitu
pendekatan klasik dan pendekatan probabilistik
J.
Pendekatan
Klasik
Untuk memutuskan apakah Ho ditolak maupun gagal
ditolak, dapat digunakan dengan cara membandingkan Nilai Perhitungan Uji
Statistik dengan Nilai pada Tabel. Nilai Tabel yang dilihat sesuai dengan jenis
distribusi uji yang kita lakukan,
1.
uji Z maka nilai
tabel dilihat dari tabel Z
2.
uji T.
Setelah kita
dapat nilai perhitungan uji Z/T kemudian kita bandingkan angka yang ada pada
tabel T. Besarnya nilai tabel sangat tergantung dari
1.
nilai alpha ( ) yang digunakan
2.
uji one tail
(satu sisi/satu arah) atau two tail (dua sisi/dua arah).
K. Pendekatan Klasik
Untuk memutuskan apakah Ho ditolak maupun gagal
ditolak, dapat digunakan dengan cara membandingkan Nilai Perhitungan Uji
Statistik dengan Nilai pada Tabel. Nilai Tabel yang dilihat sesuai dengan jenis
distribusi uji yang kita lakukan,
·
uji Z maka nilai
tabel dilihat dari tabel Z
·
uji T.
Setelah kita
dapat nilai perhitungan uji Z/T kemudian kita bandingkan angka yang ada pada
tabel T. Besarnya nilai tabel sangat tergantung dari
·
nilai alpha ( ) yang digunakan
·
uji one tail
(satu sisi/satu arah) atau two tail (dua sisi/dua arah).
L.
Uji two tail
(dua sisi/dua arah)
Pada uji ini menggunakan
uji dua arah sehingga untuk mencari
nilai Z di tabel kurve normal,
nilainya harus dibagi dua arah yaitu ujung kiri dan kanan dari suatu kurva
normal, sehingga nilai alpha = ½ .
Sebagai contoh bila ditetapkan nilai = 0,05 maka nilai alpha = ½ (0,05) =0,025,
pada = 0.025 nilai Z-nya adalah 1,96.
M. Uji one tail
(satu sisi/satu arah)
Maka uji nya
adalah satu arah, nilai alphanya tetap 5 % (tidak usah dibagi dua) sehingga
nilai Z= 1,65.
N. Hasil Keputusan Uji Statistik
Bila nilai
perhitungan uji statistik lebih besar dibandingkan nilai yang berasal dari
tabel (nilai perhitungan > nilai tabel), maka keputusannya:
a.
Ho ditolak, Ho
ditolak, artinya: ada perbedaan kejadian (mean/proporsi) yang signifikan antara
kelompok data satu dengan kelompok data yang lain. Bila nilai perhitungan uji
statistik lebih kecil dibandingkan nilai yang berasal dari tabel (nilai
perhitungan < nilai tabel), maka keputusannya: Ho gagal ditolak
b.
Ho gagal
ditolak, artinya: tidak ada perbedaan kejadian (mean/proporsi) antara kelompok
data satu dengan kelompok data yang lain. Perbedaan yang ada hanya akibat dari
faktor kebetulan (by chance).
O. Pendekatan Probabilistik
Seiring dengan kemajuan perkembangan komputer maka
uji statistik dengan mudah dan cepat dapat dilakukan dengan program-program
statistik yang tersedia di pasaran seperti Epi Info, SPSS, SAS, Stata, dll..
Setiap kita melakukan uji statistik melalui program komputer maka akan
ditampilkan / dikeluarkan nilai P (P value). Dengan nilai P ini kita dapat
menggunakan untuk keputusan uji statistik dengan cara membandingkan nilai P dengan
nilai (alpha). Ketentuan yang berlaku adalah sbb:
• Bila nilai P nilai , maka keputusannya adalah Ho ditolak
• Bila nilai P > nilai , maka
keputusannya adalah Ho gagal ditolak
Catatan :
Perlu diketahui
bahwa Nilai P two tail adalah dua kali Nilai P one tail, berarti kalau tabel
yang digunakan adalah tabel one tail sedangkan uji statistik yang dilakukan two
tail maka Nilai P dari tabel harus dikalikan 2. Dengan demikian dapat
disederhanakan dengan rumus: Nilai P two tail = 2 x Nilai P one tail.
P.
Hubungan 1-Tailed dan 2-Tailed
Pengujian 1-tailed dan 2-tailed punya aturan main
tersendiri. Jadi ada alasan kapan 1-tailed dan 2-tailed dapat digunakan pada
saat melakukan pengujian. Ketepatan dalam penggunaan pengujian ini tentu akan
berdampak pula pada hasil penarikan kesimpulan. Maka dari itu seorang peneliti
harus lebih memahami mengenai 1-tailed maupun 2-tailed agar hasil nya nanti
tidak akan menghasilkan sebuah kesalahan tipe pertama maupun kedua.
Q. Pengertian Nilai P
Nilai P merupakan nilai yang menunjukkan besarnya
peluang salah menolak Ho dari data penelitian. Nilai P dapat diartikan pula
sebagai nilai besarnya peluang hasil penelitian (misalnya adanya perbedaan mean
atau proporsi) terjadi karena faktor kebetulan (by chance). Harapan kita nilai
P adalah sekecil mungkin, sebab bila nilai P-nya kecil maka kita yakin bahwa
adanya perbedaan pada hasil penelitian menunjukkan pula adanya perbedaan di
populasi. Dengan kata lain kalau nilai P-nya kecil maka perbedaan yang ada pada
penelitian terjadi bukan karena faktor kebetulan (by chance).
R.
Uji Binominal
Distribusi
binomial adalah distribusi yang menghasilkan salah satu dari dua hasil yang
saling mutually exclusive, seperti sakit-sehat, hidup-mati, sukses-gagal dan
dilakukan pada percobaan yang saling independen, artinya hasil percobaan satu
tidak mempengaruhi hasil percobaan lainnya (Bisma Murti, 1996). Uji binomial
digunakan untuk menguji hipotesis tentang suatu proporsi populasi. Data yang
cocok untuk melakukan pengujian adalah berbentuk nominal dengan dua kategori.
Dalam hal ini semua nilai pengamatan yang ada di dalam populasi akan masuk
dalam klasifikasi tersebut. Bila proporsi pengamatan yang masuk dalam kategori
pertama adalah “sukses” = p, maka proporsi yang masuk dalam kategori kedua
”gagal” adalah 1-p = q. Uji binomial memungkinkan kita untuk menghitung peluang
atau probabilitas untuk memperoleh k objek dalam suatu kategori dan n-k objek
dari kategori lain. (Wahid Siulaiman, 2003).
Jika
jumlah kategori pertama (P) dari satu seri pengamatan dengan n sampel adalah k,
maka probabilitas untuk memperoleh P adalah:
k= jumlah objek berelemen”sukses”
dari seri pengamatan berukuran n
Distribusi
binomial disebut juga percobaan Bernouli, dimana percobaan Bernouli dapat
dilakukan pada keadaan :
1. Setiap percobaan menghasilkan salah satu
dari dua kemungkinan hasil yang saling terpisah (mutually exclusive).
2.
Probabilitas “sukses (p)” adalah tetap
dari satu percobaan ke percobaan lainnya.
3. Percobaan-percobaan bersifat independen,
dimana hasil dari satu perobaan tidak mempengaruhi hasil percobaan lainnya.
Dengan uji
binomial, pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya adalah apakah kita
mempunyai alasan yang cukup kuat untuk mempercayai bahwa proporsi elemen pada
sampel kita sama dengan proporsi pada populasi asal sampel. Dalam prosedur uji
hipoesa, distribusi binomial kita gunakan sebagai acuan dalam menetapkan
besarnya probabiitas untuk memperoleh suatu nilai “kategori pertama” sebesar
yang teramati dan yang lebih ekstrim dari nilai itu, dari sebuah sampel yang
berasal dari populasi binomial.
Hipotesa dalam
Uji Binomial
Dua sisi : Ho: p = po dan Ha: p ≠ po
Satu sisi : Ho: p <= po dan Ha: p > po
Ho: p >= po dan Ha: p <
po
p = proporsi
pada sampel
po = proporsi
pada populasi
S.
Perhitungan Nilai p secara Manual (Bisma
Murti, 1986):
1.
Dua Sisi
Jika p ≤ po, maka:
Jika p > po, maka:
2.
Satu Sisi :
Jika Ho: p ≥
po dan Ha: p < po, maka:
Jika Ho: p ≤ po
dan Ha: p > po, maka :
T.
Kriteria Pengambilan Keputusan:
Untuk Uji Dua
sisi:
Bila Exact Sig. (2-tailed) < α/2 maka Ho
ditolak
Exact Sig. (2-tailed) > α/2 maka
Ho gagal ditolak
Untuk Uji Satu
sisi:
Bila Exact Sig. (2-tailed) < α maka Ho
ditolak
Exact Sig. (2-tailed) > α maka Ho
gagal ditolak
Contoh
Soal :
1.
Tentukan Rumusan Hipotesis di bawah ini
:
a.
Suatu jenis vaksin baru lebih efektif
mencegah penyakit AIDS
b.
Seorang dokter mengatakan bahwa lebih
60% pasien kanker adalah karena merokok
2.
Diketahui tipe vaksin tertentu efektif
hanya 25% setelah 2 tahun digunakan. Untuk mengetahui vaksin baru lebih baik,
maka diambil sampel 20 orang yang dipilih secara acak. Jika lebih dari 8 orang yang menerima vaksin baru melewati 2 tahun
masa uji dan ternyata tidak tertulari virus, maka vaksin baru dikatakan lebih
baik. Maka tentukanlah bagaimana bentuk keputusan hipotesisnya ?
3.
Sebuah studi berminat melakukan uji
fluorescent antibody guna meneliti adanya reaksi serum setelah pengobatan pada
penderita malaria falcifarum. Dari 25 subjek yang telah disembuhkan, 15 subjek
ditemukan bereaksi positif. Jika sampel itu memenuhi semua asumsi yang
mendasari uji binomial, dapatkah kita menyimpulkan dari data itu bahwa proporsi
reaksi positif dalam populasi yang bersangkutan adalah lebih besar dari 0,5?
Misalkan α = 0,05 (Wayne W.Daniel, 2003, hal 67).
4.
Apa bedanya uji satu pihak /one tail
dengan 2 pihak /two tail?
5.
Sebuah perusahaan roti memproduksi dua
jenis roti yaitu roti rasa Nanas dan roti rasa Durian. Manajer pemasaran
perusahaan tersebut melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui apakah
konsumen lebih menyukai roti dengan rasa Nanas atau roti dengan rasa Durian.
Berdasarkan 22 sampel yang dipilih secara acak ternyata 12 orang lebih menyukai
roti rasa Nanas dan 10 orang memilih roti rasa Durian. Dengan alpha = 0,01
apakah terdapat perbedaan selera konsumen terhadap kedua rasa roti tersebut?
Jawaban
:
1. Maka
dapat kita tentukan :
a. Rumusan
Hipotesisnya
· Hipotesis
nol
H0 : vaksin baru = vaksin lama
· Hipotesis
alternatif
H1 : vaksin baru lebih efektif
daripada vaksin lama
b. Rumusan
Hipotesisnya
· Hipotesis
nol
H0 : p = 0.6
· Hipotesis
alternatif
H1 : p > 0.6
2. Akan
diuji hipotesis nol yang menyatakan vaksin baru sama efektifnya dengan vaksin
sekarang setelah melampaui 2 tahun. Hipotesis alternatif menyatakan vaksin yang
baru lebih baik dari vaksin yang sekarang. Kasus ini ekivalen dengan menguji
hipotesis bahwa parameter binomial dengan peluang sukses adalah p = 1/4 terhadap
hipotesis alternatif p > ¼.
Kasus
ini dapat dituliskan sebagai berikut:
H0 : p = 1/4,
H1 : p > ¼
Keputusan didasarkan pada uji
statistik X, yaitu banyaknya orang dalam sampel yang mendapat perlindungan
vaksin baru selama paling sedikit dua tahun. X
mempunyai nilai dari 0 sampai 20, yang dibagi menjadi dua: lebih kecil dari 8
dan lebih besar dari 8. Semua nilai yang lebih besar dari 8 disebut dengan
daerah kritis dan yang lebih kecil dari 8 disebut daerah penerimaan. Nilai 8
disebut dengan nilai kritis. Jika x > 8 maka hipotesis H0 ditolak, dan
sebaliknya jika x ≤ 8 hipotesis H0 diterima. Ada
dua macam kesalahan yang akan terjadi: menolak H0 yang ternyata benar dan
menerima H0 yang ternyata salah.
3.
Maka dapat kita selesaikan dengan :
a.
Hipotesa
Ho : p ≤ 0,5 dan
Ha: p > 0,5
b.
Perhitungan
Dari tabel binomial, dengan n=25, x-1=14 dan Po=0,5,
untuk uji satu sisi dengan P = 15/25 = 0,6 > po =0,5, diperoleh nilai p :
14 25!
p=P(X ≥ 15) = 1 - ∑ -------------- 0,5k 0,525-k
k=0 25! (25-k)!
= 1 –
0,7878 = 0,2122
Karena p =
0,2122 > 0,05. maka Ho gagal ditolak, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa
proporsi reaksi serum di antara populasi yang telah mendapat pengobatan malaria
tidak dapat dikatakan lebih besar secara bermakna dari 0,5.
4.
Uji satu pihak (uji 1-arah/one tail)
digunakan untuk melakukan uji hipotesis ketika peneliti memiliki asumsi
tambahan mengenai arah/kecenderungan dari suatu karakteristik.
Namun, apabila
peneliti tidak mempertimbangkan mengenai arah/kecenderungan dari karakteristik,
maka uji dua pihak (uji 2-arah) sebaiknya digunakan.
Ilustrasi ini
mungkin bisa menunjukkan kapan uji 1-arah dan 2-arah digunakan. Misal, ingin
diketahui rata-rata IQ mahasiswa univ. X. Untuk itu dilakukan penelitian dengan
mengambil beberapa sampel mahasiswa univ.X. Nah, apabila peneliti memiliki
asumsi bahwa rata-rata IQ mahasiswa univ. X lebih dari 140, maka uji hipotesis
yang digunakan adalah uji 1-pihak. Namun, apabila asumsi ini tidak dimiliki, dengan
kata lain, peneliti tidak tahu apakah rata-rata IQ mahasiswa univ.X lebih dari
atau kurang dari 140, maka akan tepat jika menggunakan uji 2-pihak.
Ciri khas dari
uji 1-pihak atau 2-pihak adalah tanda pertidaksamaan yang digunakan dalam
penulisan HIPOTESIS 1. Dari kasus tersebut, maka
·
uji 1-pihak memiliki hipotesis:
\[\begin{array}{l}H0:{\rm{
}}\mu {\rm{ }} = {\rm{ }}140\\H1:{\rm{ }}\mu {\rm{ }} > {\rm{
}}140\end{array}\]
Hal ini berarti,
rata-rata IQ mahasiswa univ.X lebih besar dari 140
·
uji 2-pihak memiliki hipotesis:
\[\begin{array}{*{20}{l}}{H0:{\rm{
}}\mu {\rm{ }} = {\rm{ }}140}\\{H1:{\rm{ }}\mu
\begin{array}{*{20}{c}}{}\end{array} = {\rm{ }}140}\end{array}\]
Hal ini berarti,
rata-rata IQ mahasiswa univ.X tidak sama dengan 140, entah itu lebih besar atau
lebih kecil dari 140. Yang perlu diperhatikan adalah, asumsi mengenai
arah/kecenderungan suatu karakteristik tidak dipengaruhi oleh data sampel.
Maksudnya, informasi atau asumsi mengenai arah/kecenderungan karakteristik
sudah dimiliki oleh peneliti SEBELUM data diambil.
5.
Dapat kita tentukan :
a.
Judul Penelitian
Perbedaan Selera
Konsumen terhadap Rasa Roti
b.
Variabel Penelitian
Rasa Roti
c.
Pertanyaan Penelitian
Apakah terdapat
perbedaan selera konsumen terhadap dua rasa roti?
d.
Hipotesis
Ho=Tidak
terdapat perbedaan selera konsumen terhadap dua rasa roti.
Ha= Terdapat
perbedaan selera konsumen terhadap dua rasa roti.
atau:
\[\begin{array}{*{20}{l}}{Ho:{p_1}
= {p_2} = 0,5}\\{Ha:{p_1} \ne {p_2}{\rm{ }} \ne 0,5}\end{array}\]
e.
Kriteria Pengujian
Ho tidak dapat
ditolak jika, Koefisien Binomial > alpha (α )
Ho ditolak jika,
Koefisien Binomial ≤ alpha (α )
f.
Analisis Data
Karena untuk
menguji satu variabel/sampel data berskala Nominal, Ukuran sampel ≤ 25, maka digunakan
uji binomial.
·
N=22
·
X=10
·
Binomial satu sisi = 0,416, sehingga
probabilitas binomial dua sisi sebesar 0,416 x 2= 0,832
g.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil analisis diperoleh nilai probabilitas binomial dua sisi sebesar 0,832
atau Exact Sig (2-tailed) (0,832). Karena nilai probabilitas binomial dua sisi
(0,832) lebih besar dari alpha (0,05), maka hipotesis nol tidak dapat ditolak,
sehingga hipotesis yang menyatakan ”Terdapat perbedaan selera konsumen terhadap
dua rasa roti”, ditolak
Komentar
Posting Komentar